Eksplorasi Konsep - Coaching
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat memahami konsep coaching dalam konteks pendidikan
- CGP dapat mengidentifikasi perbedaan antara coaching dengan mentoring dan konseling dalam konteks pendidikan
- CGP dapat menunjukkan pemahaman tentang Komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar coaching
- CGP dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang efektif dalam rangka coaching pada murid
- CGP mendemonstrasikan pemahaman mengenai model coaching TIRTA
- CGP mengidentifikasi langkah-langkah dalam model coaching TIRTA
- CGP mampu menganalisa setiap proses coaching dan mengeksplorasi teknik yang digunakan dalam coaching.
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Pada kegiatan Eksplorasi Konsep, Anda akan melakukan kegiatan mandiri untuk mempelajari materi melalui kegiatan membaca dan menjawab pertanyaan, dan diskusi asinkron untuk menguatkan pemahaman Anda terkait materi yang dipelajari. Adapun materi yang akan dipelajari adalah:
- Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan
- Komunikasi Yang Memberdayakan
- TIRTA Sebagai Model Coaching.
Eksplorasi Konsep - Konsep Coaching Dalam Konteks Pendidikan
A. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan
Pengertian Coaching
Untuk mengawali proses memahami konsep coaching ini, mari kita simak ilustrasi berikut:
Pak Amir adalah seorang pengemudi kendaraan di Kota Tangerang. Saat ini, ia mengantarkan Pak Handoko ke tempat tujuannya. Ternyata jalanan macet dan Pak Handoko tampak panik mengingat acaranya yang akan segera dimulai. Pak Amir mengajak Pak Handoko berdiskusi dan berdialog untuk menentukan alternatif jalan yang pernah ditempuh sebelumnya. Pak Amir bertanya mengenai pengalaman yang dimiliki Pak Handoko terhadap pilihan2 jalan alternatif tersebut. Kemudian Pak Amir membantu Pak Handoko untuk melakukan analisis dari setiap jalan alternatif yang memungkinkan diambil agar bisa lebih cepat sampai ke tujuan. Dengan berbagai pertimbangan, Pak Handoko akhirnya memutuskan untuk memilih satu jalan yang ia yakini lebih cepat dan lancar. Ternyata keputusan yang diambil Pak Handoko tepat. Jalanan lancar, dan Pak Handoko sampai di tempat tujuan tepat waktu..
Ilustrasi tersebut memperlihatkan bahwa untuk sampai ke tujuan dibutuhkan tindakan (action), dan terjadi perubahan (change) tempat. Ketika dikaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, jika Pak Amir adalah seorang coach dan Pak Handoko adalah coachee, maka Pak Amir menolong dengan cara-cara tertentu, supaya Pak Handoko sampai ke sasaran yang dia inginkan. Dalam konteks ini, coaching adalah salah satu alat untuk menolong Pak Handoko. Pak Amir yang memerankan diri sebagai coach tidak serta merta mengajukan satu solusi yang harus diikuti coachee, melainkan menawarkan beberapa alternatif dan kemudian pak Handoko memutuskan sendiri sesuai dengan kondisinya. Selanjutnya, Pak Handoko lah yang membuat keputusan dengan cara yang diyakini dapat mencapai tujuannya.
Berangkat dari ilustrasi di atas, mari kita simak beberapa pengertian mengenai coaching. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:
- sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)
- kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:
“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
- Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
- Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.
- Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.
C. Coaching, Konseling, dan Mentoring
Sebagai guru, Anda diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran, Anda tentunya harus memainkan banyak peran. Terkadang, untuk menghadapi murid, Anda harus menjadi seorang konselor. Suatu saat Anda juga diharapkan menjadi mentor. Selain itu, terkadang Anda juga harus menjadi seorang coach.
Tentunya, sebagai guru, Anda selalu menjadi mentor bagi murid Anda dengan menyampaikan pengalaman yang Anda miliki. Anda juga melakukan konseling dengan murid Anda ketika mereka datang dengan permasalahan mereka. Nah, ketika Anda harus menghadapi murid dengan berbagai potensinya dan Anda berupaya untuk memaksimalkan potensi tersebut, Anda seyogyanya berperan sebagai seorang coach. Mengapa Anda harus berperan sebagai coach? Mari kita lihat ketiga metode pengembangan diri tersebut?
Untuk memahami perbedaan peran antara konselor, mentor, dan coach tersebut, mari kita simak video berikut ini, dan jawablah pertanyaan-pertanyaan mengenai video tersebut.
Eksplorasi Konsep - Komunikasi Yang Memberdayakan
Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.
Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:
1. Menyamakan kata kunci
Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi.
Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya.
Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.
Percakapan 1
Murid : “Bu, aku tuh kalau uda masuk kelas Pak Mato, pikiran tuh langsung ambyar..byar byar Bu.”
Guru : “Oh demikian? Bisa kamu ceritakan ambyar yang bagaimana sehingga kamu sulit konsentrasi belajar di kelas?”
Percakapan 2
Murid : “Pak, Timun selalu gitu deh. Lebay banget kalau uda ngomong. Saya makin lama uda gak nyaman mau main sama dia.”
2. Menyamakan bahasa tubuh
Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.
Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau dengan anggukan. Jika coachee kita sedang bersandar ke lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti gerakannya. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.
3. Menyelaraskan emosi
Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.
Contoh:
Murid : “Saya sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu. Dia tidak pernah menerima ide yang saya berikan.”
Guru : “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua orang dapat dengan mudah menerima pendapat orang lain.”
B. Pendengar aktif
Bacalah kutipan berikut ini. Tuliskan pemahaman Anda
I know that you believe you understand what you think I said but I am not sure you realise that what you think you heard and it is not what I meant
~ Alan Greenspan
(Saya tahu bahwa anda percaya diri bahwa anda memahami apa yang anda pikir saya katakan, namun saya tidak yakin bahwa anda menyadari bahwa apa yang anda pikir sudah didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan)
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
Terdengar mudah ya untuk dilakukan? Kita hanya perlu untuk duduk berhadapan dengan mereka dan mendengar apa yang mereka sampaikan. Namun apakah sungguh semudah itu? Dapatkah kita dengan sungguh mendengar mereka dan tidak mendengarkan apa yang ada dipikiran kita sendiri? Mari kita belajar lebih lanjut tentang kata kerja “mendengar” melalui tautan video berikut ini.
Ketika kita mendengarkan lawan bicara kita, hal-hal yang kita dengar dari mereka antara lain:
- Pesan yang disampaikan, baik yang terungkap langsung ataupun yang tersirat
- Emosi dan perasaannya
- Pikirannya
- Bahasa tubuh dan mimik wajah
- Nila-nilai yang menghidupi diri mereka
- Usaha dan hasil yang dicapai
- Materi lainnya yang disampaikan
5 Teknik mendengarkan aktif
- Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm…”
- Anggukan kecil – tanda mengerti apa yang disampaikan
- Raut wajah positif – senyum
- Kontak mata – jaga kontak mata
- Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari melipat tangan di depan dada
- Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki
Gambar 5. Menjadi Pendengar Aktif
C. Bertanya Efektif
Apa sulitnya ya bertanya? Tiap hari kita mengajukan pertanyaan, baik kepada orang lain di sekeliling kita dan kepada diri kita sendiri. Coba kita pikirkan bersama, mengapa keterampilan bertanya perlu untuk dipelajari?
Dalam melaksanakan coaching ketrampilan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.
Gambar 6. Pertanyaan
Mari kita simak video pada tautan berikut,
Setelah Anda memahami dan mempraktekan cara membuat pertanyaan yang efektif, kita juga perlu tahu beberapa bentuk pertanyaan yang sebaiknya kita hindari dalam proses coaching karena bentuk pertanyaan tersebut dapat menghambat keberhasilan coachee dalam proses coaching.
1. Pertanyaan tertutup
Jenis pertanyaan ini hanya akan membuat coachee menjawab dengan Ya dan Tidak, atau hanya berespon dengan 1 kata. Jika pertanyaan Coach seperti demikian maka pikiran coachee akan kurang atau bahkan tidak terstimulasi. Coachee akan mendapatkan hambatan dalam mengeksplorasi pilihan dan potensi mereka untuk bergerak maju dan membuat aksi.
JIka kita bertanya: “Apa kamu akan melanjutkan pendidikan ke universitas negeri?”, Murid kita akan cenderung menjawab ”Ya” atau hanya mengangguk.
Namun jika kita bertanya, “Apa yang sudah kamu rencanakan untuk studimu setelah lulus SMA?”, murid kita akan terstimulasi untuk memberikan jawaban yang terelaborasi.
2. Pertanyaan yang mengarahkan
Pertanyaan ini seperti menyiratkan jawaban yang kita harapkan keluar dari respon coachee. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam menerapkan pendampingan dengan pendekatan coaching di sekolah, peran yang sedemikian harus kita tanggalkan.
Ingat bahwa dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang coach inginkan.
Contoh pertanyaan mengarahkan: “Sepertinya kita perlu mendiskusikan jadwal pelaksanaan kegiatan sosial yang kamu rancang.”
Pertanyaan alternatif: “Dari kegiatan-kegiatan yang akan kita diskusikan saat ini, mana yang perlu kita bahas terlebih dahulu?”
Contoh lainnya: “Kamu tidak jadi mengambil kursus memasak kan?”
Pertanyaan alternatif: “Apa manfaat yang akan kamu dapat jika kamu mulai kursus memasak?”
D. Umpan Balik Positif
Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.
Dorongan positif diperlukan agar coachee meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan balik dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut (Pramudianto, 2015):
1. Langsung diberikan saat komunikasi.
Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang baru saja kamu sampaikan.”
2. Spesifik – fokus pada apa yang dikatakan
Contoh: “Hal ini sepertinya belum diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat menjadi alternatif lain untukmu.”
3. Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan
Contoh: “Ah.. saya ikut gembira mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari situasi ini.”
4. Apresiasi – menyertakan motivasi positif
Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”
Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.
Eksplorasi Konsep - TIRTA Sebagai Model Coaching
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Terima kasih Anda masih meluangkan waktu untuk bereksplorasi secara mandiri mengenai konsep coaching di konteks pendidikan dan komunikasi yang memberdayakan sebagai salah satu keterampilan dasar coaching. Sekarang, saatnya Anda mempelajari tentang satu model coaching yang akan Anda praktekkan yaitu TIRTA: satu model coaching yang dapat membantu peran coach dalam membuat alur percakapan menjadi lebih efektif dan bermakna.
TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Tugas Anda adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.
Dengan demikian, bagaimana cara Anda menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.
IRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:
Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)
TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach. Gambar model TIRTA berikut ini dapat membantu Anda agar lebih terarah dalam melakukan sesi coaching.
0 komentar:
Posting Komentar